Kamis, 29 Oktober 2009

Riyadhatun Nafs (part 2)

3. Taubat dan Hakekatnya

Dalam perjalanan menuju Allah SWT. (zuluk, tariqah) terdapat beberapa tingkatan atau maqam. Setiap tingkatan dicapai melalui taubat terlebih dahulu. Cara bertaubat dapat dipelajari dari orang-orang yang mengetahui bagaimana taubat itu dilakukan. Dan orang yang diminta petunjuk tentang cara-cara bertaubat harus tergolong orang yang selalu bertaubat. Taubat yang benar adalah langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum memulai berjalan menuju Allah SWT. Friman-Nya : “Ketika orang-orang kafir menanamkan kekosongan dalam batin mereka, yaitu kekosongan jahiliyah, kemudian Allah SWT. merupakan ketengan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang mu’min dan Allah SWT. mewajibkan kepada mereka kalimat taqwa, dan mereka berhak dengan hakikat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah SWT. Mahamengetahui segala sesuatu”.

Hati harus terlebih dahulu dibersihkan dari segala yang mengganggu. Pengganggu hati yang pertama adalah tuntutan dalam diri terhadap kebendaan dan keinginan hawa nafsu. Dialah yang selalu mencemarkan hati. Apbila hati telah bersih, niscaya manusia akan mencari jalan menuju kepada Allah SWT. ketika itu hatinya akan dipenuhi dengan takut kepada Allah SWT., takwanya akan terlihat dari segala gerak-geriknya, karena katakutannya itu telah menariknya dekat kepada Allah SWT. Kini ia akan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik saja. Apabila hatinya teringat pada perbuatan yang jahat, tentu sifat takutnya akan menghalngi dan mengingatkannya tentang balasan Allah SWT. dalam keadaan seperti inilah taubatnya akan berkesan dan kemudian menjadi tawbatan nasuha.

Mukmin itu harus meninggalkan tabiat yang terdahulu dan bergerak kearah Tuhannya. Selagi dia mengikuti jalan yang biasa, yakni jalan tabiatnya yang dahulu, niscaya dia akan terjerumus kedalam pengaruh-pengaruh negatif yang akan mencelakakannya. Dia akan kembali berbuat dosa dan kesalahanyang sudah biasa ia lakukan, karena tabiat sudah melekat pada dirinya. Dosa yang terus-menerus dilakukan itu melanggar perintah syari’at, dan perintah syari’at juga merupakan perintah Allah SWT.

Shalat adalah menghadirkan diri kepada di hadapan Allah SWT. Bersuci dan berada dalam keadaan suci merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan sebelum melaksanakan ibadah shalat. Orang yang bijaksana mengetahui bahwa kebersihan secara zahir saja tidak cukup. Allah SWT. melihat jauh kedalam hati (jiwa dan ruh) manusia. Dan hati perlu disucikan. Penyucian dilakukan dengan salah satu jalan adalah bertaubat, adapun cara bertaubat hanya dalam keadaan suci, shalat yang kita lakukan akan diterima Allah SWT.

Allah SWT. berfirman :”Dan bertaubatlah (kembalilah) kepada Allah SWT. wahai orang-orang yang beriman sekalian, mudah-mudahan kamu akan beruntung.” Dan Allah SWT. juga berfirman :”Inilah yang dijanjikan kepadamu, yaitu bagi setiap hamba yang selalu kembali bertaubat (bertaubat sebenarnya kepada Allah SWT) lagi memelihara (semua peraturan-peraturannya)”.

4. Sabar dan Hakekatnya

Pengertian sabar. Menurut pendapat kaum sufi; sabar merupakan media yang paling ampuh dalam memberikan terapi pada penyakit jiwa, sabar buat si penderita itu menjadi obat jiwa. Seperti yang dikatakan oleh Hamdan al-Qishar, “Seseornag tidak akan mengeluh atas musibah kecuali yang menuduh Rabb-nya,”. Allah SWT. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, sabarlah kalian dan saling bersabarlah.

Alquran mengajak orang-orang mukmin untuk menghiasi diri dengan sabar karena didalamnya terdapat faedah yang besar dalam mendidik jiwa dan memperkuat pribadi (jati diri), menambah kemampuan seseorang memikul kesulitan, menghadapi problematika hidup dan bebannya, benda-benda zaman dan musibah-musibahnya dan untuk membangkitkan kemampuan-kemampuan untuk melanjutkan perjuangan dalam meninggikan kalimat Allah SWT. firman-Nya, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Dan sesungguhnya orang demikian itu sungguh berat, kecuali orang-orang yang khusyu’”. Demikian pula firman Allah SWT. “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga(diperbatasan negerimu) dan bertawaklah kepada Allah SWT. supaya kamu beruntung”.

Orang mukmin yang sabar tidak merasa sakit saat memjumpai rasa sakit, tidak lemah, dan tidak pla jatuh jika menderita akan musibah-musibah zaman dan bencana-bencananya, karena Allah SWT. telah memerintahnya dengan bersabar dan memberitahunya bahwa apa yang menimpanya dalam kehidupannya didunia hanyalah ujian dan cobaan dari Allah SWT. guna mengetahui orang-orang yang sabar diantara kita.

Firman Allah SWT. “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik-buruknya) hal ihwal”.

Firman Allah SWT. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengatakan “Inna Lillahi Wa Inna Illahi Raji’un.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Hakekat Sabar

Allah SWT. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungghunya Allah SWT. beserta orang-orang yang sabar”.

Kesabaran itu ada 3 yaitu; sabar dalam ketaatan kepada Allah SWT; sabar terhadap hal-hal yang diharamkan Allah SWT; serta sabar atas musibah dan ketika mendapat goncangan jiwa. Yang terakhir inilah yang paling utama.

Diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda. “Allah SWT. berfirman: “Tidak ada hamba yang ditimpa bencana lalu bergantung pada-Ku, melainkan Aku memberinya sebelum ia memohon kepada-Ku, dan aku mengabulkannya sebelum ia berdoa kepada-Ku. Tidak ada hamba yang ditimpa bencana lalu bergantung pada mahluk selain Aku, melainkan Aku menutupkan baginya pintu-pintu langit.

Al-Junayd al-Baghdadi r.a. berkata, “Bencana adalah pelita para ‘Arif, pengingat para murid, kebaikan bagi kaum Mukmin, dan kebinasaan bagi orang-orang yang lalai. Seseorang tidak merasakan manisnya keimanan sebelum ditimpakan kepadanya bencana, sementara ia merasa senang dan bersabar.”

Oleh karena itu, kedudukan sabar bagi manusia seperti kedudukan kepala bagi tubuh, tidak dikatakan beriman orang yang tidak sabar, seperti halnya tidak disebut tubuh bagi orang yang tidak punya kepala.

Rasulullah SAW. bahwa Allah SWT. berfirman,”Jika kamu melihat seorang hamba Allah SWT. yang tertimpa musibah pada tubuh, harta benda, atau anaknya, kemudian dia menghadapinya dengan kesabaran, maka Aku (kata Allah SWT.) akan membebaskannya dari timbangan amal dan penghakiman di hari akhirat.



Penulis :
HADARAH RAJAB
Diketik ulang :
RAHIM PULUNGAN

Download Artikel Ahlak Sufi disini