Minggu, 24 Mei 2009

Kekecewaanku

Created By M.Rahim

Akhirnya kutau kau memang bukanlah sesuatu yang mesti kukejar, kau telah merusak semua yang telah kurencanakan sejak dahulu. Sakit rasanya hati ini mengetahui semua itu akan terjadi, memang ini bukanlah salahmu akan tetapi inilah kesalahanku yang telah mengijinkanmu masuk kedalam hatiku.

Kau sudah membuat semua kehidupanku selama ini sangat menyenangkan, kau telah menunjukanku kejalan yang benar, kau telah menuntunku kedalam agama, tapi yang paling utama kau telah menyibukanku akan waktu dan juga perasaan kehilangan didalam hidupku. Maafkanlah aku yang tak bisa lagi menunggumu, walau sebenarnya aku sangatlah mengharapkanmu. Aku telah melakukan semua yang kauingini, aku mau berubah seperti yang kau ingini. Akan tetapi semua itu ternyata belum bisa meluluhkan hatimu, apa lagi yang harus kuperbuat agar kau bisa menyukaiku seperti aku yang telah lama menyukaimu.

Sebenarnya aku telah mengujimu dengan pilihanmu, Kecerdasankulah yang membuat keputusan ini. Aku mengujimu untuk mengetahui apakah kau menyukaiku dengan mengujimu pada hari itu, Aku sudah menantikan rencana itu berjalan, memang berjalan sangatlah baik, akan tetapi hasilnya mengecewakanku. Aku memberikan pilihan kepadamu tanpa kau sadari dengan temanku sebagai perantaranya, ternyata kau lebih memilih temanku daripada diriku. Aku memberikan pesan kepadamu bahwa "aku tidak merasa kecewa akan pilihanmu" supaya kau tidak mempunyai perasaan bersalah , tapi kau masih pertanyakan itu, aku balas menjawab bahwa "sudah biasa bila teman itu membantu", tapi kau malah balas menjawab "enak ya punya teman seperti kamu.".

Dari balasanmu itulah aku tau bahwa kau memang tidak menyukaiku. Aku akan mencoba melupakanmu dengan merubah sikapku kepadamu, dan dari situ kau akan tau bahwa aku sudah menyerah menunggumu. Janganlah kau merasa aneh dengan sikapku nanti kepadamu, aku hanya ingin tau bagaimana dirimu yang sudah terbiasa denganku dengan dirimu yang tak lagi bisa mengenalku. Ingatlah ini, ini adalah ujian yang kedua untukmu ?!!.

Senin, 11 Mei 2009

Misteri Nabi Khidir as

Nabi Musa as Berguru kepada Nabi Khidir as

Diantara sekian banyak kumpulan kisah Nabi Khidir yang paling terkenal adalah ketika Nabi Musa mencari hamba yang berilmu tinggi. Kisah ini demikian mendunia karena dinukilkan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 60-82 dan juga pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Said bin Jubair, Amr bin Dinar, Sufyan dan Al Hamidi.

Pada suatu hari, Nabi Musa as berpidato dihadapan umatnya Bani Israil. Ia mengingatkan kaumnya akan nikmat dan karunia Allah yang sangat besar, yaitu pada mulanya mereka menjadi bangsa yang tertindas di Mesir yang dikuasai Fir’aun.

Raja Fir’aun memperbudak mereka dan diperlakukan semena-mena, lalu Allah mengirim Musa sebagai pemimpin mereka yang kemudian membebaskan mereka dari kekejian Fir’aun.

Fir’aun yang merasa dikalahkan oleh Nabi Musa mengejar Bani Israil yang meninggalkan Mesir hendak pergi ke Palestina. Fir’aun dan bala tentaranya hendak menumpas habis Bani Israil, namun Allah telah menyelamatkan mereka dari rencana kejam ini. Nabi Musa diperintahkan memukulkan tongkatnya kelaut, seketika laut terbelah dan Bani Israil dapat melewati jalan ditengah lautan.

Pada saat Fir’aun mengejar, kembali Nabi Musa as memukulkan tongkatnya, seketika laut yang terbelah tertutup kembali, Fir’aun dan bala tentaranya tenggelam, binasa ditengah lautan.

Demikianlah Nabi Musa as mengingatkan kembali nikmat dankarunia Allah kepada umatnya. Selanjutnya Nabi Musa as mengingatkan mereka akan perintah dan larangan Allah.

Lalu Nabi Musa as berpesan kepada kaumnya,” Kita sudah dikembalikan Allah ke negeri kita tercinta ini, negeri yang berlimpahan nikmat-Nya. Dan jagalah kedamaian diantara kalian, jangan sampai ada seseorang membenci sesamanya, apabila dengan tenaga hendak menyakitinya. Maka mintalah kepada Allah, niscaya Dia mengabulkan permohonan kalian. Karena Nabi kalian adalah paling utamanya penghuni bumi-bumi ini, sebagaimana telah kalian ketahui dari kitab Taurat. Kemudian syukurilah semua pemberian-Nya, agar kalian selamat dari ancaman adzab yang akan menimpa. “

Setelah Nabi Musa as usai berpidato sesaat kemudian berdirilah seseorang diantara umat Nabi Musa as itu dan bertanya, “Hai Musa, apakah tidak ada orang lain yang lebih pintar darimu ?”

Sesaat Nabi Musa as terdiam kemudian menjawab,”Tidak Ada !”

Jawaban singkatdan tegas dari Nabi Musa as dapat kita maklumi, karena hanya dialah yang mampu membawa Bani Israil (pada waktu itu) kepada hidayah Ilahi. Dia pulaNabi yang menaklukan kebesaran raja Fir’aun yang angkuh kepada tuhannya, hanya dengan memukulkan tongkat penghalau kambing piaraanya ke tepi pantai, dan terbentanglah jalan raya ditengah lautan untuk dilalui oleh rombongan hamba-hamba yang patuh kepada Allah. Namun sebaliknya, neraka bagi Fir’aun berikut prajurit-prajuritnya.

Apalagi Musa as dikaruniai nikmat terbesar sebagai Rasul-Nya, dia telah memperoleh kesempatan untuk bercakap-cakap langsung dengan Allah, mampu mengalahkan seluruh tukang sihir di negeri Mesir dan berhasil membongkar rahasia gelap tentang pembunuhan kejam.

Baru saja Nabi Musa as melamunkan kekuatannya itu dan tanpa sadar telah mengucapkan kata-kata yang tidak sepatutnya dikatakan dihadapan orang lain, datanglah wahyu yang berupa teguran dari Allah atas kekeliruannya. Dia memperingatkan, bahwa seluas ilmu pengetahuan apapun adalah pemberian Tuhan kepada RasulNya, dan tidak mustahil masih ada seseorng diantara hamba-hamba Allah yang melebihi ilmu-Nya.

Kemudian, untuk menyadarkan Nabi Musa as akan kekurangan-kekurangannya, Allah memerintahkannya agar memjumpai seorang hamba-Nya ditempat bertemunya dua lautan (diriwayatkan, tempat itu adalah lautan Roma dan lautan Persi).

Nabi Musa as bertanya: “Ya Allah, siapakah gerangan hamba-Mu itu, dan dimanakah tempatnya. Lalu bagaimanakah aku dapat menemuinya ?”

Allah berfirman kepada Nabi Musa as: “Bawalah seekor ikan yang kau letakan didalam sebuah keranjang. Dan dimana ikan itu menghilang carilah ia dan disana akan kau temui orang yang shaleh itu !”

Nabi Musa as segera menyiapkan bekal untuk perjalanannya dan dia mengajak salah seorang murid yang paling dipercaya bernama Yusya’ bin Nun.

Berkat Nabi Musa as, “Yusya’, aku akan mengadakan perjalanan jauh, yakni sampai ke pertemuan dua laut yaitu laut Roma dan laut Persia. Atau mungkin juga lebih jauh dari itu. Sebab Allah nantinya yang akan menunjukannya, maukah kau menemani perjalananku.”

Yusya’ menjawab, “Tentu saja aku bersedia, mudah-mudahan Allah selalu melindungi kita selama dalam perjalanan.”

Nabi Musa as berkata, “Semua perbekalan sudah kupersiapkan, sebaiknya kita sekarang juga.”

Yusya’ berjanji kepada Nabi Musa as hendak menemaninya ditengah perjalanannya nanti, kendatipun harus bertahun-tahun lamanya, sebelum berhasil menjumpai hamba shaleh yang dimaksud oleh junjungannya.

Nabi Musa as berpesan kepada Yusya’: “Yusya’ beritahukan kepadaku jika ikan yang kita bawa didalam keranjang ini menghilang. Karena di tempat ikan menghilang itulah kita akan menemukan orang yang kita cari.”

Berhari-hari mereka menempuh perjalanan, panas dan terik matahari serta lebatnya hujan tidak dihiraukan sama sekali, mereka terus menyusuri pantai.

Hanya pada suatu ketika mereka kelelahan dan beristirahat disebuah batu besar. Di sana ada sebuah celah semacam lorong goa, mereka beristirahat ditempat itu.

Entah karena hawanya yang sejuk atau karena kelelahan, mereka segera tertidur lelap. Entah berapa lama mereka tidur. Setelah bangun dan badannya teras segar mereka melanjutkan perjalanan lagi.

Perjalanan diteruskan tanpa diketahui berapa jauhnya dan kapan selesainya. Hingga pada suatu ketika, setelah jarak yang di tempuh dudah cukup jauh dari batu besar tempat istirahat mereka tadi, tiba-tiba Nabi Musa as merasa lapar. Maka ia menyuruh Yusya’ mengeluarkan ikan yang dijadikan sebagai bekal.

Nabi Musa as. “Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan ini. Meski demikian aku tidak akan berhenti sebelum bertemu dengan hamba Allah yang berilmu tinggi itu.”

Dalam Al-Qur’an digambarkan perjalanan itu memakan waktu sehari semalam lalu Nabi Musa as berkata kepada muridnya. “Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.”(QS.Al-Kahfi: 62)

Disaat Yusya’ hendak membuka keranjangnya, waktu itulah dia teringat akan kejadian menghilangnya ikan yang mencengangkannya. Ikan dalam keranjang itu telah lenyap.

Dia berkata Nabi Musa as: “(Muridnya menjawab): “Tahukah kamu, tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya, kecuali syaithan. Dan ikan itu mengambil jalannya kelaut dengan cara yang aneh sekali.”(QS.Al-Kahfi: 63)

“Jadi ikan itu menghilang dibatu tempat kita tertidur kemarin?” tanya Nabi Musa as.

“Benar! Dan ikan yang telah mati dan kering itu hidup kembali lslu melompat dari keranjang lalu berjalan diatas daratan bagaikan ia berjalan didalam air, aku berusaha mengejarnya namun ikan itu bergerak cepat sekali. Sebelum aku berhasil menangkapnya kembali tiba-tiba ikan itu meloncat ke air laut dan bergerak cepat ketengah lautan.”

“Sungguh ajaib sekali.“ seru Nabi Musa as. “ Mengapa tidak kau segera menceritakan kepadaku ?”

Yusya’ menjawab, “Rupanya syaithan telan melalaikanku, sehingga aku lupa memberitahukan kepadamu.”

Nabi Musa as berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari.”

Lalu keduanya kembali kejalan yang telah mereka lalui sebelumnya.

Baru saja Nabi Musa as dan pemuda itu sampai ketempat istirahatnya, Nabi Musa as merasa ada yang aneh, ia mencium aroma khas yang aneh, lalu ia berkata kepada Yusya’: “Aku mencium bau manusia. Pasti disinilah kita akan menemui hamba Allah itu.”

Benar, setelah mengedarkan pandangan kesekeliling pantai, mereka menemukan seseorang yang sedang bersimpuh. Dialah kiranya hamba Allah yang berilmu tinggi yang mereka cari-cari.

Hamba Allah itu adalah seorang laki-laki tua yang ramping badannya dan kurus. Tetapi matanya berkilau-kilau, menampakan jiwa kenabian yang terpancarkan kehadapan Nabi Musa as. Air mukanya menandakan seseorang yang taqwa. Maka Nabi Musa as memberi salam kepadanya “Assalammu’alaikum wahai jiwa suci yang berbalut kain putih !”

Hamba Allah itu menjawabnya: “Wa’alaikum salam ya Musa Nabinya Bani Israel. Aman sajalah engkau dinegeriku ini.”

Nabi Musa as berkata: “Namaku Musa.”

Hamba Allah itu, yang tak lain adalah Nabi Khidir as. Lalu ia berkata: “Ya, kamu Musa, pemimpin orang-orang Israel.”

Nabi Musa menjawab kebenaran: “Ya, memang betul. Tujuanku kemari, hanyalah memenuhi keinginanku untuk berguru kepadamu, dan engkau bersedia mengajariku tentang ilmu-ilmu yang benar seperti telah engkau dapatkan dari Allah SWT.”

Nabi Khidir as menjawab: “Sesungguhnya, sekali-kali kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku.” (QS. Al-Kahfi: 67)

Kemudian Nabi Khidir as berkata lagi: “Wahai Musa, sesungguhnya Allah telah mengajariku tentang ilmu-ilmu pengetahuan yang ghaib yang engkau belum diajari-Nya. Sebaliknya, Dia mengajarimu tentang ilmu-ilmu yang mungkin tidak diajarkan-Nya kepadaku.”

Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan apapun.” (QS. Al-Kahfi: 69)

Lalu Nabi Khidir as balas menjawabnya: “(Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka jangnlah menanyakan kepadaku tentang sesuatu urusan apapun, sampai aku menerangkanya kepadamu.”“(QS. Al-Kahfi: 70)

Demikianlah setelah terjadi kesepakatan maka Nabi Khidir as mengijinkan Nabi Musa as dan muridnya untuk mengikuti perjalanan Nabi Khidir as.

Setelah itu, mereka menyusuri tepian pantai. Tiba-tiba tampak oleh mereka sebuah perahu kepunyaan penduduk pribumi. Begitu para awak perahu itu mengenal Nabi Khidir as, mereka berebutan untuk mengjaknya ikut serta tanpa dipunguti ongkos perjalanannya. Hal itu dikarenakan tumbuh keyakinan diantara mereka bahwa siapa yang membawa manusia suci itu kedalam perahunya pasti perahu itu akan selamat dalam perjalanan.

Nabi Khidir as berkata kepada Nabi Musa as: “Wahai Musa, apakah kamu melihat kakimu yang basah oleh air pantai ketika akan menaiki perahu ini ?”

Nabi Musa as menjawab: “Ya, aku merasakannya. Air pantai membasahi kulit kakiku, akan tetapi sekarang telah mengering kembali.”

Nabi Khidir as berkata: “Hai Musa, ketahuilah! Itulah perbandingan ilmu manusia dengan ilmu Tuhan yang Maha luas tak terjajaki. Air laut itu adalah ilmu Allah, dan air yang membasahi kakimua adalah ilmu yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Karena air dikakimua mengering kembali, maka siapkanlah pertanggung jawabanmu dihadapan Allah kelak. Karena Dia akan meminta ilmu-Nya yang ada padamu sekarang.”

Dalam satu surat Al-Qur’an, Allah berfirman: “Sekiranya air seluruh samudera dijadikan tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah, akan kering seluruh samudera sebelum habis kalimat-kalimat Tuhan itu dituliskan. Sekalipun ditambah lagi tinta sebanyak samudera yang lain.”

Perahu terus berlayar ke tengah laut. Pada saat mereka berdua berbincang-bincang dan para awak perahu sedang tidak memperhatikannya, tiba-tiba Nabi Khidir as mengambil sebuah kapak besar dan merusak dinding perahu yang ditumpanginya. Sehingga perahu yang semula kelihatannya indah menjadi jelek seketika.

Melihat perbuatan Nabi Khidir as itu, Nabi Musa as terperanjat dan berkata: “Apakah engkau hendak merugikan orang-orang yang telah menerima kita dengan baik ini, dan engkau menginginkan perahu ini tenggelam bersama mereka ? Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang keji !”

Nabi Khidir as hanya tersenyum arif sembari berkata. “(Khidir) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “ Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku.” (QS. Al-Kahfi: 72)

Nabi Musa as merasa malu diingatkan akan kesepakatannya dulu sebelum berangkat mengikuti perjalanan Nabi Khidir as.

Lalu Nabi Musa as berkata: “Jangalah kamu menghukum aku kepada kelupaanku dan janglah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.” (QS. Al-Kahfi: 73)

Menurut Rasulullah saw. Bahwa kata-kata Nabi Musa as ini memang karena kelupaannya, bukan karena kebodohannya.

Apa yang terjadi setelah perahu yang ditumpangi mereka menjadi jelek. Ternyata di sebuah wilayah perairan suatu negeri ada petugas kerajaan yang diperintah oleh penguasa yang kejam, penguasa itu memerintahkan kepada bala tentaranya untuk merampas setiap perahu atau kapal yang baru dan bagus, sementara perahu-perahu yang nampak jelek dibiarkan berlalu begitu saja. Berarti Nabi Khidir as telah menyelamatkan pemilik perahu yang di tumpanginya dari kejahatan perompak.

Ketika hendak turun dari atas perahu yang di selamatkan Nabi Khidir as dari perampasan paksa oleh penguasa yang kejam saat itu, Nabi Khidir as menunjukan Nabi Musa as kepada ulah seekor burung laut yang meminum beberapa tetes air.

Nabi Khidir as berkata kepadanya: “Hai Musa as, lihat burung laut itu. Dia meminum dari air laut yang sangat banyak ini. Seperti itulah ilmu Allah yang diberikan-Nya kepadamu bila dibandingkan ilmu yang ada pada-Nya.”

Akhirnya mereka berjalan diatas pasir menuju pelosok kampung. Disana, Nabi Khidir as dan Nabi Musa as bertemu dengan seorang anak kecil yang sedang bermain-main dengan beberapa orang kawannya. Lalu anak kecil itu dipanggil oleh Nabi Khidir as, ditangkap, dihimpit lehernya, dicekik dan dibunuhnya dengan tangannya sendiri.

Melihat kelakuan Nabi Khidir as ini, Nabi Musa as kaget, lupa akan janji yang diucapkannya. Dan dia berkata: “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain ? Sesungguhnya kamu melakukan sesuatu yang mungkar.” (QS. Al-Kahfi: 74)

Nabi Khidir as berkata kepada Nabi Musa as: “Bukankah sudah aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?” (QS. Al-Kahfi: 75)

Buru-buru Nabi Musa as berkata: “Jika aku menanyakan kepadamu tentang sesuatu sesudah(kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkanku menyertaimu. Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan udzur kepadaku.” (QS. Al-Kahfi: 76)

Nabi Khidir as hanya mengangguk, lalu mereka berjalan lagi. Hingga sampai pada suatu perkampungan. Mereka kelelahan dan kelaparan, lalu mereka bertemu kepada salah seorang penduduk, dan minta dijamu dengan makanan sekedarnya, namun tidak ada seorang penduduk pun yang mau menerima kedatangan mereka apalagi menjamu mereka.

Meski demikian Nabi Khidir as tidak memaksa dan tidak menampakkan wajah cemberut. Dia mengajak Nabi Musa as dan muridnya terus berjalan ke ujung desa, menuju sebuah reruntuhan bangunan. Nabi Musa as mengira akan diajak beristirahat, tetapi ternyata tidak. Nabi Khidir as malah berusaha membangun kembali rumah yang nampak roboh berantakan itu. Tentu saja tanpa bayaran sepeserpun alias gratis.

Hal inilah yang membuat Nabi Musa as tak sabaran lagi melihat perilaku Nabi Khidir as. Bukankah penduduk desa itu jelas kikir semua, mengapa Nabi Khidir as repot-repot membantu mereka membangun rumah yang roboh.

Bukankah sebaiknya Nabi Khidir as meminta upah dari kerja kerasnya membangun kembali rumah itu.

Dengan penuh emosional Nabi Musa as memprotes tindakan Nabi Khidir as yang membuang tenaganya secara gratis untuk membangun rumah milik penduduk yang dianggap kikir dan tak mau menjamu mereka.

Lebih jauh dijelaskan Al-Qur’an sebagai berikut : “Maka keduanya berjalan; hingga tatkala mereka sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka bertamu dan minta dijamu kepada penduduk negeri itu. Tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan didalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Nabi Khidir as menegakkan dinding itu.” (QS. Al-Kahfi: 77)

Nabi Musa as berkata: “Penduduk negeri ini tidak menyukai kita bertamu kepada mereka. Apabila kita meminta untuk dijamu !”

Nabi Musa as berkata lagi…. ; “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu. Khidir menjawab inilah yang membedakanku denganmu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sabar terhadapnya.” (QS. Al-Kahfi: 77-78)

Nabi Khidir as kemudian menjelaskan perbuatannya kepada Nabi Musa as.

“Hai Musa, ketahuilah bahwa tujuanku merusak perahu itu, karena perahu itu adalah milik anak-anak miskin yang berusaha mencari nafkah di laut. Padahal diseberang lautan ada seorang raja yang selalu merampas semua perahu yang dijumpainya, tapi dia tak merampas perahu-perahu jelek dan kelihatan rusak.”

Nabi Khidir as melanjutkan keterangannya bahwa dia sengaja mencekik anak yang masih kecil itu sampai mati karena kedua orang tuanya adalah orang-orang yang beriman. Anak itu dibunuh karena kelak akan memaksa kedua orang tuanya menjadi kafir kepada Allah. Dan Nabi Khidir as berharap agar Allah menggantinya dengan anak yang saleh, lebih suci dan lebih ramah tamah kepada ibu bapaknya daripada anak itu.

Adapun rumah yang hampir roboh dindingnya itu adalah milik dua orang anak yatim piatu yang tinggal di neegeri Anthokia ini. Sesungguhnya dibawah rumah ini terpendam harta benda berupa emas dan perak, kedua orang tua anak itu adalah orang yang saleh. Tuhan menghendaki agar kedua anak yatim piatu tumbuh sampai dewasa kemudian mereka mengambil itu sebagai rahmat dari Allah.

Nabi Khidir as kemudian berkata, “Segala sesuatu yang kulakukan itu bukanlah atas kehendakku sendiri, melainkan atas wahyu dan petunjuk dari Allah.”

“Itulah rahasia yang tersembunyi dibalik perbuatanku, kini tibalah saatnya kita harus berpisah.”

Nabi Musa as berkata, “Sebelum berpisah berilah aku wasiat.”

Nabi Khidir as meluluskan permintaan Nabi Musa as.

Wasiat Nabi Khidir as kepada Nabi Musa as

Nabi Khidir as berkata: “Wahai Musa, jadilah kamu orang yang berguna bagi orang lain, dan janganlah menjadi orang yang menimbulkan kecemasan diantara mereka, hingga kamu dibencinya ! Jadilah kamu orang yang senantiasa menampakkan wajah ceria dan jangnlah mengkerutkan dahimu kepadanya! Dan janganlah pula kamu berkeras kepala, atau bekerja tanpa tujuan, apabila kamu mencela seseorang hanya karena kekeliruannya. Kemudian tangisilah dosa-dosamu ya Ibnu ‘Imran !”

Diriwayatkan, bahwa saat Khidir mau meningglkan Nabi Musa, dia berpesan kepadanya: “Wahai Musa, pelajarilah ilmu-ilmu pengetahuan agar kau dapat memahami apa yang tidak kau mengerti, tetapi jangan kau jadikan ilmu-ilmu itu sebagai bahan omonganmu.”

Sebelum Khidir berpisah dengan Nabi Musa, dia berpesan: “Wahai Musa, sesungguhnya orang yang selalu memberi nasihat itu tidak mengetahui kejemuan seperti yang dirasakan oleh orang-orang yang mendengarkannya. Maka janganlah kau berlama-lama bila menasihati kaummu !

Dan ketahuilah, bahwa hatimu itu adalah ibarat satu bejana yang harus kau rawat dan kau jauhkan dari hal-hal yang dapat memecahkannya, ! Kurangilah usaha-usaha duniawimu, dan buanglah jauh jauh di belakangmu! Karena dunia ini bukanlah alam yang akan kau tempati selamanya.

Kamu diciptakan-Nya adalah untu mencari tabungan pahala-pahala akhirat kelak. Bersikaplah ikhlash, dan sabar hati menghadapi maksiat-maksiat kaummu.

Hai Musa, tumpahkanlah semua pengetahuanmu(ilmu), karena tempat yang telah kosong akan terisi oleh ilmu yang lain! Janganlah kau banyak bicara dengan ilmumu, tetapi sedang-sedanglah, karena kau akan diremehkan kaum ulama’ !

Dan sifat sederhana itu akan menghalangi aibmu dan membuka taufiq Allah untukmu. Berantaslah kejahilan kaummu, dengan membuang sikap masa bodoh yang mungkin menyelimutimu! Ketahuilah, sikap macam ini hanyalah ada pada orang-orang yang arif dan bijaksana.

Apabila datang kepadamu seorang yang bodoh, kemudian mencacimu, redamlah dia dengan kedewasaan dan keteguhan hatimu!

Hai putera Imran, Tidaklah kau sadari bahwa ilmu Allah yang kau miliki hanya sedikit sekali, sesungguhnya menutup-nutupi kekurangan atau bertindak sewenang-wenang adalah menyiksa diri sendiri.

Hai putera Imran, jangan kau buka pintu ini bila kau tidak bisa menguncinya. Jangan pula kau coba-coba menguncinya jika kau tidak tahu bagaimana membukanya!

Hai putera Imran, barangsiapa suka menumpuk-numpuk harta benda, dia sendiri akan mati tertimbun karenanya, hingga dia merasakan akibat dari kerakusannya. Namun seorang hamba yang mensyukuri semua pemberian Allah dan memohon kesabaran atas ketentuan-ketentuanNya, dialah hamba yang zahid dan mesti di teladani. Bukankah orang itu dapat menguasai syahwatnya dengan mengalahkan bujukan-bujukan nafsu syaithan? Dan dia pula orang yang mengetam buah dari ilmu yang dahulu dicari-carinya? Segala amal kebajikannya akan dibalas denga pahala di akhirat, sedangkan kehidupan dunianya akan tentram ditengah-tengah masyarakat yang merasakan jasa-jasanya.

Hai Musa, pelajarilah olehmu ilmu-ilmu pengetahuan agar kau dapat mengetahui segala yang tidak kau ketahui, seperti perkara-perkara yang tidak bisa kau omongkan. Dia adalah penuntun jalanmu, dan rang-orang akan disejukan hatunya. Hai Musa, putra Imran! Jadikanlah pakaianmu terbuat dari zuhud dan taqwa kepada Allah; pembicaraanmu bersumber dari dzikir dan ilmu pengetahuan, dan perbanyaklah amal kebaikan! Suatu hari kau tidak akan mampu mengelak dari suatu kesalahan.

Hai Musa, pintalah keridhaan Allah dengan berbuat kebajikan, karena pada saat-saat yang akan datang kau pasti melanggar larangan-Nya. Sekarang aku sudah memenuhi permintaanmu untuk memberikan pesan-pesanku kepadamu. Omonganku ini tidak akan sia-sia kau mau menurutinya !”

Setelah itu,Nabi Khidir as meninggalkan Nabi Musa yang duduk termangu karena tangis dan kesedihannya.

Demikianlah pertemuan Nabi Khidir as dengan Nabi Musa as.

Hingga kini sebagian besar ulama terutama ulama sufi berkeyakinan bahwa Nabi Khidir as masih hidup ditengah-tengah kita. Sebagaimana dikataan oleh Imam An-Nawawi ra berkata: “Pendapat itu tidak ditentang sedikitpun oleh ulama’-ulama’ kaum sufi dan ahli-ahli ma’rifah. Mereka pernah menceritakan pengalamannya pada waktu berjumpa, berkumpul dan berbincang-bincang dengan Nabi Khidir. Dia(Khidir) terlalu mulya untuk dicari-cari aibnya, dan dia akan tetap dikenal walau berusaha menutup-nutupi berita tentang dirinya.”

Syeikh Isma’iel Haqqi berkata: “Kaum sufi dan para ulama’ bersepakat dengan keyakinan mereka, bahwa Nabi Khidir as masih hidup sampai sekarang.”