Kamis, 29 Oktober 2009

Riyadhatun Nafs (part 1)

1. Pengertian Riyadhatun Nafs

Riyadha qalbiyah (latihan rohani) sebagai langkah awal melatih hati melalui serangkaian amalan peribadatan. Sebab diri manusia telah diasuh dalam pangkuan tabiat, disusui dengan air susunya. Karena itu ia akrab dengan kelezatanna, sehingga kebangkitan menjadi sulit baginya, perjalanan menjadi mustahil, bila dapat bangkit itu merupakan mukjizat.

Riyadhatun Nafs adalah upaya atau latihan sekuat tenaga untuk menolak atau mematikan rangsangan hawa nafsu setan dengan cara-cara tertentu yaitu: Bila ingin mendapatkan dan melihat Allah SWT. dengan penglihatan tertutup (mata batin), kurangilah aktivitas kemudian mulailah berkonsentrasi kepada Allah SWT. sedikit demi sedikit yaitu:

Pertama; secara bertahap mengurangi makan, karena vitalitas wujud, nafsu setan bersumber dari makanan, bila makanan sudah dikurangi, maka kekuatan (kekuasaan) makanan itu pun akan mengecil. Dan pada tahap inilah disebut kalangan sufi sebagai proses penyucian dan pembersihan hati atau takhally.

Kedua; meninggalkan ikhtiar (praferrence) dan menyerahkan kepada seorang syekh (guru spritual) agar dia dapat memilihkan yang terbaik untukmu, seorang murid (salik) pada dasarnya seperti bayi dan orang bodoh, mereka membutuhkan seorang wali (mursyid) bertanggung jawab atas diri mereka. Dan pada tahap ini kaum sufi menyebutnya sebagai proses pengisian hati yang telah bersih atau tahally.

Ketiga; melalui tarekat (cara tertentu menuju Allah SWT). ketiga langkah ini masih sebagai latihan pembersihan hati (riyadha). Dan sasarannya yaitu menanamkan nilai kebaikan semata (tajally).

Yahya ibn adzar-Razi r.a. berkata, “perangilah nafsu anda dengan ketaatan dan riyadha (latihan rohani). Riyadha itu adalah mengurangi tidur, sedikit bicara, menanggung derita dari gangguan orang lain, dan sedikit makan. Dari kurangi tidur dihasilkan kejernihan keinginan. Dari sedikit berbicara dihasilkan keselamatan dari segala penyakit. Dengan menanggung derita akan dicapai segala tujuan. Dari sedikit makan akan dihasilkan kekerasan hati dan kehilangan cahayanya. Cahaya hikmah adalah lapar, sedangkan kenyang akan membuat jauh dari Allah SWT. sebagaiman sabda Rasulullah Saw. “terangilah kalbu kalian dengan lapar. Perangilah nafsu kalian dengan lapar dan dahaga, kekalkanlah perlindungan di pintu surga dengan lapar. Sebab, pahala di dalam hal itu adalah seperti pahala orang yang bererang di jalan Allah SWT. ketimbang lapar dan dahaga orang yang memenuhi perutnya tidak akan masuk ke kerajaan langit dan tidak merasakan manisnya ibadah.

2. Makna Riyadhatun Nafs

Allah SWT. Berfirman kepada Musa a.s. “Wahai Musa, jika engkau menginginkan agar aku lebih dekat kepadamu daripada ucapanmu kepada lidahmu; daripada bisikan hatimu kepada kalbumu; daripada cahaya penglihatanmu kepada kedua matamu; dan daripada pendengaranmu kepada telingamu, maka perbanyaklah shalawat kepada Muhammad saw.

Allah SWT. Berfirman “Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. (yakni telah anda kerjakan untuk hari kiamat).

Hendaknya diketahui, nafsu ammarah bi as-su’ (nafsu yang mengajak pada kejahatan) adalah lebih besar permusuhannya kepada anda daripada iblis. Setan hanya berani kepada anda karena hawa nafsu dan syahwat. Jangan sampai hawa nafsu anda memperdayakan anda dengan angan-angan dan tipuan. Sebab, tabiat nafsu adalah merasa aman dan lalai kepada Allah SWT., menunda-nunda perbuatan baik, dan malas. Ajakan semua itu adalah batil dan masing-masing merupakan tipuan. Jika anda senang kepadanya dan mengikuti perintahnya, niscaya anda binasa. Jika anda lupa mengawasinya, niscaya anda tenggelam didalamnya. Jika anda tidak mampu mengingkarinya dan mengikuti rayuannya, niscaya ia menggiring anda kedalam neraka. Nafsu tidak dapat dikembalikan pada kebaikan. Ia merupakan induk segala bencana dan aib. Ia adalah khazanah iblis dan tempat berlindung segala kejahatan yang tidak diketahui kecuali oleh penciptanya. Takutlah kepada Allah SWT. adalah Mahatahu terhadap apa yang anda kerjakan, baik berupa kebajikan maupun kejahatan.

Diriwayatkan, Malik ibn Dinar berjalan-jalan dipasar Basrah. Lalu, ia melihat buah tin dan sangat menginginkannya. Ia pun melepaskan sandalnya dan memberikannya kepada kepada tukang sayur, lalu berkata, “berikan kepada saya buah tin itu.”. melihat sandal itu, tukang sayur berkata, “Nilai sandal ini tidak sebanding sedikitpun dengan harga buah tin.”. Malik pun pergi. Lalu, seseorang bertanya kepada tukang sayur, “tidakkah anda mengenali siapa orang itu ?.”. Tidak jawabnya. “Ia adalah Malik ibn Dinar, “orang itu memberikan penjelasan. Tukang sayur itu pun memberi sepiring buah tin yang dibawa diatas kepala budaknya. Ia berkata kepada budaknya, “jika ia menerima ini darimu, kamu merdeka.”. lalu, budak itu berlari mengejar Malik ibn Dinar. Budak itu berkata kepada Malik, “terimalah ini dari saya.”. Akan tetapi, Malik menolak. Lalu, budak itu berkata lagi, “terimalah ini dari saya, sebab disitu terdapat kemerdekaan saya.”. “Jika disitu terdapat kemerdekaanmu, disitu pula terdapat azab untukku “ kata Malik ibn Dinar kepada budak itu. Budak itu terus mendesaknya. Malik lantas berkata, “aku telah bersumpah untuk tidak menjual agama dengan buah tin dan tidak memakan buah tin hingga hari kiamat,”.

Dikisahkan, Malik ibn Dinar jatuh sakit. Sakit itulah yang menyebabkan kematiannya. Sebelumnya, ia sangat menginginkan segelas madu dan susu untuk dicelupkan padanya roti panas. Lantas, pelayannya datang membawa apa yang diinginkannya. Malik ibn Dinar berkata, “duhai diri engkau telah bersabar selama 30 tahun dan tersiksa umurnya sesaat.”. kemudian ia melemparkan gelas yang ada ditangannya. Menahan nafsunya, dan kemudian meninggal dunia. Demikian keadaan para nabi, para wali, para shiddiqun, para pecinta Allah SWT. dan orang-orang zuhud.

Sulayman ibn Dawud a.s. berkata,”orang yang mengalahkan nafsunya lebih kuat daripada orang yang menaklukan satu kota.”

Ali ibn Abi Thalib berkata, “aku dan nafsuku hanyalah seperti pengembala domba. Setiap kali ia mengmpulkan domba-domba disatu sisi, maka domba-domba itu berpencar ke sisi yang lain. Barangsiapa yang mengendalikan hawa nafsunya, ia dibungkus dengan kain kafan Rahmat Allah SWT. dan dikubur didalam tanah kemuliaan. Sebaliknya, barangsiapa yang melalaikan kalbunya, ia dibungkus dengan kain kafan laknat dan dikubur didalam siksaan,”.



Penulis :
HADARAH RAJAB
Diketik ulang :
RAHIM PULUNGAN

Download Artikel Ahlak Sufi disini